Jakarta– Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
menilai program Jaminan Kesehatan Nasioanl (JKN) yang dikelola Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan masih menumpuk persoalan
yang ada.
Menurut Wakil Ketua BPKN Dr Yusuf Shofie SH MH,
beberapa layanan BPJS yang ada keluhan diantaranya masih banyak pasien
BPJS yang ditolak rumah sakit. Penolakan rumah sakit itu seperti untuk
mendapatkan kamar perawatan, intensive care unit (ICU), pediatric intensive care unit (PICU) atauneonatal intensive care unit (NICU).
“Alasan penolakan yang disampaikan
rumah sakit ke pasien seperti kamar penuh, sementara di beberapa rumah
sakit lainnya memiliki banyak kamar yang kosong. Hal ini menunjukkan
kurangnya koordinasi dan informasi antar rumah sakit yang menerima
pasien peserta BPJS. Sehingga banyak pasien yang dalam keadaan sakit
parah sekalipun harus mencari sendiri rumah sakit yang masih memiliki
kamar kosong,” kata Yusuf, saat Forum Komunikasi Penanganan Pengaduan yang diadakan BPKN, di Surabaya, Selasa (29/3/2016).
Selain masalah itu, lanjutnya, masih banyak
pasien yang harus membeli obat dan darah sendri, padahal seharusnya
discover atau disediakan BPJS. Lalu, pasien juga diharuskan untuk pulang
sebelum sembuh karena paket Indonesian Case Base Groups (INA CBGs)-nya sudah habis. “Ada
pula keluhan pasien yang harus masuk daftar tunggu cukup panjang untuk
diambil tindakan operasi dan adanya diskriminasi antara pasien BPJS
dengan pasien umum,” katanya.
Tak hanya persoalan di lapangan yang dihadapi pasien, jelas Yusuf, skema coordination of benefit (CoB)
atau mekanisme koordinasi manfaat, pelaksanaannya sampai saat ini juga
belum jelas. Banyaknya masalah yang dialami peserta BPJS kesehatan di
rumah sakit atau faskes lainnya merupakan bukti bahwa tingkat kesadaran
masyarakat terhadap program JKN yang dikelola BPJS masih sangat rendah.
“Hal ini disebabkan kurangnya informasi
kepada masyarakat tentang BPJS itu sendiri, karena tingkat kesadaran
berkorelasi kuat pada pengetahuan tentang hak dan kewajiban pasien BPJS.
Hak dan kewajiban paasien peserta BPJS Kesehatan harus dipahami agar
tidak menimbulkan masalah di masa mendatang,” paparnya.
Sementara itu, Guru Besar Pusat Studi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof Dr dr Hasbullah
Thabrany MPH, dalam kesempatan yang sama juga mengatakan, prinsip dasar
jaminan kesehatan adalah menggotong biaya berobat bersama atau dikenal
juga dengan istilah risk pooling. Karena dana yang digunakan merupakan hasil pengumpulan yang dipikul bersama oleh masyarakat. “Pelaksanaan
layanan kesehatan BPJS perlu mendapatkan perhatian dari banyak pihak,
serta perlu sosialisasi edukasi kepada masyarakat. Khususnya terkait
informasi tentang hak dan kewajiban peserta BPJS Kesehatan,” katanya.
Menurut dia, program JKN sebagai program publik
sudah berjalan tapi masih belum mulus. Banyak ketimpangan, transparansi
penyelenggaraan, mulai dari pengaturan pelaksanaan masih jauh dari
harapan. “Besaran bayaran belum mendukung keadilan sosial, dan
hak peserta yang berkeadilan masih jauh dari harapan. Peserta sering
tidak mendapat haknya. Ketersediaan fasilitas kesehatan belum cukup
merata,” tandasnya. (red)